Dengan naskah cerita yang ditulis serta diarahkan oleh Asep Kusdinar (Sajadah Ka’bah, 2011), Bismillah Aku Mencintaimu
memulai kisahnya dengan perjalanan hidup karakter utamanya, Egi
(Gilbert Marciano), yang merupakan seorang pengguna narkotika dan
obat-obatan terlarang.
Suatu hari, rumah yang biasa digunakan oleh Egi
dan teman-temannya untuk menggunakan barang-barang haram tersebut
mendapatkan penggerebekan dari pihak kepolisian. Berbeda dari
teman-temannya yang berhasil diringkus dalam penggerebekan tersebut, Egi
berhasil melarikan diri dan bersembunyi dari kejaran para polisi. Dalam
pelariannya tersebut, Egi lalu memasuki sebuah kawasan pesantren dan
menggunakan sebuah identitas palsu agar dapat diterima oleh pimpinan
pesantren tersebut.
Meski awalnya
membenci keberadaannya di pesantren tersebut – namun tidak dapat pergi
kemana-mana akibat masih banyaknya polisi yang mencari dirinya, Egi
secara perlahan mulai merasa jatuh hati dengan Fatimah (Ghea D’Syawal),
puteri sang pemilik pesantren tersebut.
Secara perlahan, rasa kekaguman
Egi terhadap Fatimah mulai membuatnya berubah dari seseorang yang sering
terlihat urakan dan bertindak kasar menjadi seseorang yang berusaha
untuk mempelajari ilmu agama demi untuk dapat menarik perhatian Fatimah.
Di saat yang bersamaan, kecurigaan seisi pesantren mengenai identitas
Egi yang sebenarnya serta bayang-bayang pihak kepolisian yang mulai
mencium keberadaan dirinya secara perlahan mulai kembali menghantui Egi.
Bismillah Aku Mencintaimu
sebenarnya memiliki potensi yang cukup kuat untuk menjadi sebuah drama
romansa bernuansa reliji yang kuat… jika saja Asep Kusdinar mampu
menghadirkannya dengan struktur penceritaan yang lebih meyakinkan.
Keberadaan plotholes serta ketiadaan logika di dalam jalan cerita
– seisi pesantren begitu saja percaya bahwa seorang pemuda yang tidak
pernah melakukan berbagai kegiatan Islami adalah seorang ustadz? –
seringkali membuat film ini terasa gagal untuk bercerita dengan
sewajarnya. Konflik-konflik yang dihadirkannya juga cenderung terasa
dangkal – dapat saja diakhiri dengan mudah namun kemudian serasa diulur
sedemikian rupa untuk memenuhi kuota durasi penceritaan film.
Penonton juga diberikan ruang yang
minimalis untuk dapat mengenal setiap karakter. Mulai dari karakter
utama hingga karakter pendukung dihadirkan dengan plot penceritaan yang
cenderung datar. Hasilnya, karakter-karakter tersebut sama sekali tidak
pernah mampu membuat penonton merasa peduli dengan keberadaan mereka dan
gagal membentuk ikatan emosional yang sebenarnya dibutuhkan oleh
cerita-cerita sejenis untuk dapat tampil lebih menarik sekaligus
mengikat. Beruntung, karakter-karakter yang datar tersebut berhasil
diperankan dengan cukup baik oleh para pemerannya meskipun tetap saja
tidak dapat dikatakan sebagai sebuah penampilan yang istimewa.
Sebagai sosok pengguna narkotika dan
obat-obatan terlarang yang sedang menyembunyikan identitas aslinya,
Gilbert Marciano cukup mampu tampil meyakinkan. Sama halnya dengan Ghea
D’Syawal yang tampil begitu menarik dengan perannya sebagai sosok
seorang puteri pemilik pesantren yang rendah hati. Chemistry yang
tercipta antara Gilbert Marciano dan Ghea D’Syawal mungkin menjadi
kekuatan utama mengapa jalan cerita film ini masih mampu tampil menarik.
Meskipun terasa goyah di bagian awal, secara perlahan, chemistry
tersebut kemudian mampu tampil berkembang dan akhirnya terasa kokoh di
sepanjang penceritaan film. Dukungan penampilan para pemeran pendukung
juga mampu menjadikan departemen akting Bismillah Aku Mencintaimu terasa cukup menonjol jika dibandingkan dengan kualitas film ini secara keseluruhan.
Meskipun harus diakui memiliki penataan cerita dan eksekusi yang lebih baik daripada Sajadah Ka’bah, namun hal tersebut tetap tidak dapat menutupi fakta bahwa Bismillah Aku Mencintaimu
terasa lemah di banyak bagiannya.
Asep Kusdinar lagi-lagi menghadirkan
penceritaannya dengan terlalu banyak kedangkalan dari sisi pengembangan
cerita maupun karakter-karakter yang dihadirkan sehingga gagal membuat
jalan cerita film ini tampil maksimal untuk tampil menarik bagi
penontonnya. Penampilan akting yang tidak mengecewakan dari jajaran
pengisi departemen akting film ini mungkin merupakan satu-satunya
keunggulan yang tetap dapat membuat Bismillah Aku Mencintaimu
cukup layak untuk disaksikan. Bukan sebuah presentasi yang benar-bebar
buruk namun jelas bukan sebuah hasil akhir yang mengesankan.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon