Ketika Steven Spielberg merilis Jurassic Park
pada tahun 1993, Spielberg berhasil menghadirkan sebuah keajaiban
sinema yang masih terasa begitu relevan bahkan hingga saat ini. Di era
ketika komputer masih belum menjadi tumpuan utama para pembuat film
untuk menghasilkan gambar-gambar dengan efek visual yang begitu
mengagumkan, Spielberg mampu membawa penonton selama 127 menit untuk
merasakan kesenangan/kekaguman/ketegangan/ketakutan hidup di tengah
kawanan dinosaurus dan menjadikan perjalanan tersebut sebagai sebuah
pengalaman sinema yang tidak akan pernah mereka lupakan seumur hidup.
Tidak mengherankan jika film dengan sentuhan terobosan teknologi tinggi
tersebut kemudian sempat menjadi film dengan pendapatan komersial
terbesar sepanjang masa – sebelum akhirnya digeser oleh Titanic (James Cameron, 1997), meraih begitu banyak penghargaan termasuk tiga Academy Awards serta diikuti oleh dua sekuel, The Lost World (1997) yang masih diarahkan oleh Spielberg dan Jurassic Park III (2001) yang kemudian diarahkan oleh Joe Johnston.
Kini, lebih dua dekade dari perilisan Jurassic Park
dan lebih dari satu dekade setelah perilisan sekuel keduanya, Hollywood
kembali berusaha untuk menghadirkan keajaiban tersebut dengan merilis
sekuel ketiga bagi Jurassic Park yang diberi judul Jurassic World.
Film ini sendiri awalnya telah direncanakan untuk dirilis pada satu
dekade lalu dengan Spielberg hanya bertugas sebagai produser eksekutif –
seperti yang ia lakukan pada Jurassic Park III. Namun, naskah cerita yang masih belum mampu terasa memuaskan serta berbagai masalah teknikal lainnya kemudian membuat Jurassic World terus mengalami penundaan produksi. Secara perlahan, usaha Spielberg untuk mewujudkan Jurassic World
akhirnya mulai membuahkan hasil dan benar-benar memasuki masa produksi
pada tahun 2014 dengan naskah cerita yang digarap oleh trio Rick Jaffa,
Amanda Silver dan Derek Connolly bersama dengan Colin Trevorrow yang
juga duduk di kursi penyutradaraan film.
Jurassic World sendiri memulai
kisahnya ketika dua orang anak, Zach (Nick Robinson) dan Gray Mitchell
(Ty Simpkins), diundang oleh bibinya, Claire Dearing (Bryce Dallas
Howard), yang bekerja sebagai manajer operasi dari Jurassic World untuk
datang dan berliburan ke pulau yang menjanjikan hiburan dan kesenangan
akan hidup bersama para dinosaurus. Liburan yang awalnya berjalan lancar
sesuai rencana tersebut sayangnya kemudian berubah menjadi bencana
ketika salah satu dinosaurus yang dibuat dengan rekayasa genetik dan
dinamakan Indominus rex berhasil melarikan diri dari kandangnya. Jelas,
kepanikan lantas mulai menyebar diantara para pengunjung taman wisata
tersebut, termasuk Zach dan Gray yang terjebak di dalamnya. Bersama
dengan Owen Grady (Chris Pratt) yang bertugas sebagai tenaga ahli di
Jurassic World, Claire mulai menelusuri seluruh taman guna menemukan dan
menyelamatkan dua keponakannya tersebut.
Dalam satu bagian penceritaannya,
karakter Claire Dearing sempat mengucapkan dialog bahwa generasi modern
kini tidak lagi merasa begitu tertarik dengan eksistensi dinosaurus dari
era purbakala – sebuah pernyataan yang menjadi dasar para ilmuwan yang
bekerja di laboratorium Jurassic World untuk menghasilkan sosok
dinosaurus yang lebih besar, lebih menakutkan dengan suara yang lebih
menggelegar dan deretan gigi yang lebih banyak. Well… Jurassic World
sendiri seperti menjadi perwujudan nyata akan pernyataan tersebut.
Deretan dinosaurus yang tampil dalam film ini dihadirkan dalam skala
besar. Skala film-film blockbuster modern, untuk lebih
tepatnya. Namun apakah keberadaan sosok dinosaurus yang lebih besar
dengan sentuhan teknologi komputer yang lebih kompleks tersebut mampu
menyaingi para dinosaurus yang dihadirkan Spielberg dalam Jurassic Park? Belum tentu.
Salah satu hal yang membuat Jurassic Park
begitu mampu melekat di benak penontonnya hingga saat ini adalah
Spielberg mampu menciptakan deretan dinosaurus yang terlihat dan terasa
begitu nyata ketika dihadirkan di dalam jalan penceritaan. Teknologi
komputer saat ini memang mampu menyajikan tampilan visual dinosaurus
yang sama (atau bahkan lebih) nyata dalam Jurassic World.
Sayangnya, pengembangan cerita yang cenderung lemah justru membuat
kehadiran para dinosaurus dalam film ini terasa hanya seperti makhluk
buas yang dapat membunuh siapa saja dan harus segera dienyahkan tanpa
pernah diberikan lapisan penceritaan yang membuat kehadirannya lebih
berkesan. Hasilnya, daripada mampu memberikan ketegangan dan kekaguman
pada penonton ketika muncul di layar penceritaan, deretan dinosaurus
dalam Jurassic World kini tampil tanpa kejutan berarti yang dapat membuatnya terasa istimewa.
Olahan naskah cerita yang disediakan untuk Jurassic World
juga terasa cukup mengecewakan. Dengan pakem cerita yang terasa begitu
mengikuti berbagai formula yang telah diterapkan tiga seri Jurassic Park sebelumnya, Jurassic World
jelas tidak akan begitu mampu menawarkan sesuatu yang baru dalam
pengisahannya. Sayang, formula familiar tersebut juga mendapatkan
pengembangan yang begitu dangkal. Banyak karakter yang hadir tanpa porsi
cerita yang maksimal, dialog-dialog yang terdengar cukup menggelikan
serta konflik yang gagal untuk tersaji dengan menarik. Hal ini begitu
terasa pada dua paruh awal penceritaan Jurassic World dimana
konflik dan karakter-karakter cerita yang dihadirkan terasa begitu
berantakan, hadir dan datang dari berbagai penjuru tanpa pernah mampu
terasa memiliki tujuan penceritaan yang kuat. Arahan Colin Trevorrow
juga terasa lemah dalam mengendalikan ritme cerita serta
karakter-karakter yang ada dalam filmnya. Beruntung, meskipun terasa
sedikit terlambat, Trevorrow mampu menyajikan paruh ketiga penceritaan
yang benar-benar kuat, berjalan dengan cepat dan mampu menghadirkan
ketegangan yang terasa begitu maksimal.
Terlepas dari berbagai kelemahan tersebut, mereka yang menyaksikan Jurassic World untuk kembali mendapatkan berbagai kenangan indah akan Jurassic Park
sepertinya juga masih akan dapat cukup terpuaskan. Tata musik arahan
Michael Giacchino yang beberapa kali menghadirkan komposisi musik
orisinal arahan John Williams mampu memberikan ketegangan tersendiri.
Begitu pula dengan sinematografi arahan John Schwartzman yang membuat
setiap kepingan gambar dalam film ini terasa megah. Dari departemen
akting, Chris Pratt dan Bryce Dallas Howard mampu tampil prima dengan chemistry
antara satu sama lain yang benar-benar tercipta begitu meyakinkan.
Sayangnya pengembangan karakter pendukung yang dangkal tidak memberikan
ruang yang cukup bagi para pemeran lain untuk mampu tampil dengan ruang
yang lebih luas. Jurassic World secara keseluruhan masih mampu tampil sebagai sebuah film blockbuster
modern yang cukup menyenangkan dengan beberapa ketegangan yang tersaji
cukup baik. Namun, lebih dari itu, film ini gagal untuk tampil dengan
pengisahan yang lebih mengesankan, khususnya untuk sebuah film yang
berada dalam barisan seri film Jurassic Park yang begitu monumental tersebut.
Jurassic World (2015)
Directed by Colin Trevorrow Produced by Frank Marshall, Patrick Crowley Written by Rick Jaffa, Amanda Silver, Derek Connolly, Colin Trevorrow (screenplay), Rick Jaffa, Amanda Silver (story), Michael Crichton (characters) Starring Chris
Pratt, Bryce Dallas Howard, Vincent D’Onofrio, Ty Simpkins, Nick
Robinson, Omar Sy, B. D. Wong, Irrfan Khan, Jake Johnson, Brian Tee,
Lauren Lapkus, Katie McGrath, Judy Greer, Andy Buckley, James DuMont,
Jimmy Fallon Music by Michael Giacchino Cinematography John Schwartzman Editing by Kevin Stitt Studio Amblin Entertainment/Legendary Pictures Running time 124 minutes Country United States Language English
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon